Di tanah Jawa, kabupaten Kudus, Semarana Jawa Tengah. sebuah keluarga secara turun temurun mewarisi sebuah kepercayaan yang measih ditnggalkan sang nenek moyang tentang paham animisme yang saat ini sudah sangat bertentangan dengan iman yang sejalan dengan akal. Kehidupan perlahan mengantarkan cucu – cucu mereka terhadap tradisi Jawa yang menyita waktu, jiwa, rohaniah, dan kemurnian Iman terhadap Tuhan. Dari nenek moyang keluarga pak Badio dan bu Suyati melahirkan generasi yang mereka pegang serta mereka warisi dengan sesuatu yang mereka sebut ‘Jimat’. Tari putri mereka satu – satunya sudah memilikinya. Entah apa yang ada dipikiran mereka saat itu. Sampai pada saatnya Tari beranjak dewasa dan bekerja di salah satu butik ternama sebagai seorang desainer. Dan usianya tahun ini sudah memasuki 30 tahun. Namun, ia belum juga menikah.
Siang itu Tari sudah bersiap dengan model rambut dan moleknya untuk pergi kerja. Profesinya sebagai seorang desainer sudah membawanya untuk lebih modis setiap harinya. Sesampainya disana teman - teman rekan kerjanya sudah lebih dulu datang dan tengah bersiap – siap di ruang kerja yang di tata apik dengan nuansa modern. Dila, Megga, Jesy, Lena, dan Kemala dikagetkan dengan suara pintu yang menggelegar ditutup dengan kencangnya. Mereka sudah sanngat terbiasa dengan hal tersebut. Siapa lagi kalau bukan Tari, pesona dirinya dan karena ia yang paling tua diantara rekan –rekan kerja lainnya, sudah membumbung dirinya berlaku angkuh terhadap siapapun.
“ selamat pagi semua “ sapa Tari dengan penuh semangat.
“ pagi mbak, semangat banget sih mbak “ jawab Jesy.
“ iya dong semangat, soalnya mbak abis kencan sama si Bram semalem “ sambil tersenyum lepas seolah membuat iri teman – temannya itu.
“ wah pantes aja, asik mbak? “ tanya Kemala.
“ banget dek, dia itu agresif banget loh “ jawab Tari entengnya. Teman – teman yang lain hanya menanggapinya dengan senyuman yang seperti biasa mereka lakukan. Mengapa? Karena semuanya memang sudah biasa menjadi bahan cerita dari Tari “mbak” mereka diruang kerja mereka yang tak pernah sepi karena canda dan tawa mereka setiap hari.
Jam istirahat pun sudah menunjukkan waktunya. Saatnya mereka mulai bergegas ke ruang makan yang memang disediakan untuk para pekerja butik Ella Boutique. Dan jika telah selesai dengan masing – masing makan siang mereka, satu persatu mereka bergegas sholat zuhur. Dengan sesuatu kepercayaan yang diturunkan dan ditanamkan di tubuhnya Tari sudah berpikir untuk tak memungkinkan dirinya dekat dengan Tuhan. Karena, bukankah itu prinsp animisme ?. namun Tari tetap sholat dengan tidak memfokuskan niat dan hatinya untuk kepada siapa ia rukuk, sujud dan semuanya. Jesy, Dila, Kemala, dan Megga padda awalnya sangat heran dengan sikap Tari yang selalu saja menghindar danmencari – cari alasan ketika mereka akan sholat berjamaah. Menghindar untuk apakah? Buakankah Tari Islam? Dan Tari juga adalah sosok yang seharusnya jadi panutan?. Lalu, mengapa? Dan ada apa?. Sejak awal dan sampai saat ini pertanyaan mereka satu – persatu belum terjawab.
Sampai pada ketika malam mereka harus bekerja lembur menyelesaikan orderan butik yang sudah akan dikirim beberapa hari lagi. Dan biasanya masing – masing mereka memutuskan untuk bermalam sehari sembari menyelesaikan rancangan – rancangan busana yang belum seluruhnya selesai. Hingga waktu Isya pun masuk mereka beristirahat sambil duduk minum teh di kebun belakang rumah yang sekaligus tempat produksi itu. Namun, sontak mereka dikejutkan dengan suara motor yang membuyarkan keheningan malam itu.
“ siapa sih mbak dateng malem – malem disini? Kita kan udah tutup? “ tanya Dila yang heran karena ia baru bekerja di Ella Boutique seminggu.
“ paling mas Bram itu loh dek, pacarnya mbak Tari kita! “ dengan nada mengejek Jesy menjawab.
“ Hus, Jesy gak boleh gitu tau. Iya Dil, paling itu mas Bram. Sebaiknya kita masuk kamar aja yuk. Istirahat. “ ujar Megga.
“ jangan coba ngintip ya Dilaaa.. ha..ha..ha “ lagi – lagi Jesy mengejek.
Dila masih nampak bingung, namun satu – persatu gelagak tawa menyusul. Berangsur mereka bergegas kekamar. Namun, Dila terpaksa ke dapur untuk minum. Jesy, Kemala dan Megga sudah lebih dulu ke kamar atas untuk istirahat menonton tv.
“ astagfirullahal adzim “ Dila kaget saat ke kamar kecil yang ada di dekat dapur. Matanya mengarah ke taman halaman depan yang sedikit remang – remang dan dari dapur pun sudah bisa dilihat.
“ hah “ Dila kaget dan langsung berlari ke dalam.
“ aduh, ngagetin aja sih. Anak cupu ganggu aja deh “ Tari kaget.
“ temen kamu sayang? “ tanya Bram santai.
“ iya mas, ketahuan lagi deh hehe “ jawab Tari.
“kita pulang lagi sayang, kapan – kapan kita “main” di tempatnya ya “ ujar Bram memanja.
“oh pasti sayang, call me aja “ jawab Tari pun memanja.
Dila berlari ke atas dan langsung mengajak ketiga temannya yang sudah lebih dulu diatas untuk ke kamar. Karena, kagetnya hingga nafasnya masih tak teratur dan sulit berbicara.
“ udah mbak bilang, jangan ngintip “ kata Jesy.
“ ya Allah mbak, mbak Tari kok gitu sih. Maelm – malem gini dengan cowok kayak gituan ?” tanya Tari polos.
“ udah deh Dil, kamu sekarng biasa aja seolah gak terjadi apa –apa. Tahu kenapa?” jawab Megga.
“ kenapa Ga? “ tanya Dila.
“ aku, mbak Jesy dan Kemala itu udah biasa mergokin mbak Tari kayak begituan malem – malem kalo kita lagi lembur begini. Susah deh mau nasehatin orang dewasa kayak gitu. Miris aja lihatnya.” Jawab Megga.
“ bentar lagi juga mbaknya sendiri yang cerita tentang pengalaman “kotor” nya itu ke kita – kita. Jadi jangan mudah dipengaruhi oleh dia.” Kata Jesy.
Brakkkkk....pintu kamar terbuka dan mereka yang sedari tadi sibuk dengan rumpiannya buru – buru mengambil sikap seolah tak pernah tahu. Tiba – tiba Tari dengan senyuman santainya melangkah ke arah Dila yang sejak tadi pura – pura tidur. Bibir Tari langsung mengeluarkan sebuah kalimat ke telinga Dila.
“ mbak malu deh ketauan kamu, diem – diem aja ya cantik “ kata Tari.
Dila tetap pura – pura tertidur, Tari bergegas ke kamar mandi dan yang lainnya memutuskan untuk tidur. Dan suasana malam itu benar – benar hening dan berlarut hingga pagi menjelang.
***
Suara ayam di subuh hari telah membangunkan mereka sebelum adzan subuh berkumandang. Semuanya segera bergegas bangun dan melaksanakan kewajiban shalat subuh. Matahari pun tak segera bangun, pukul 6 pagi itu masih dingin dan gelap. Namun keramaian sudah tercipta di dapur Ella Boutique itu. Jesy tengah sibuk memotong sayuran, dan yang lain menggoreng lauk.
BERSAMBUNG ***